Donald Trump Katakan Bahwa Israel Akan Hadapi ‘Kehancuran Total’ Jika Dia Tidak Terpilih – Dalam dunia politik internasional, nama Donald Trump selalu menjadi topik pembicaraan hangat, baik di dalam negeri Amerika Serikat maupun di panggung global. Pernyataan kontroversial, kebijakan yang berani, dan pendekatan diplomatik yang unik menjadikan Trump salah satu pemimpin paling mencolok dalam sejarah modern.
Salah satu pernyataan terbarunya yang mengejutkan dunia adalah klaimnya bahwa Israel akan menghadapi ‘kehancuran total’ jika dia tidak terpilih kembali sebagai Presiden AS pada pemilu 2024. Pernyataan ini mengundang reaksi luas, baik di dalam negeri AS, Israel, maupun dari komunitas internasional.
Latar Belakang Pernyataan Trump: Dukungan Kuat untuk Israel
Selama masa jabatan pertamanya sebagai Presiden AS (2017-2021), Donald Trump dikenal karena dukungannya yang sangat kuat terhadap Israel. Salah satu langkah paling kontroversial yang ia ambil adalah memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem pada tahun 2018, yang diakui sebagai ibu kota Israel oleh pemerintah AS di bawah kepemimpinan Trump.
Langkah ini mendapatkan pujian dari banyak warga Israel dan pendukung Israel di seluruh dunia, tetapi juga menuai kecaman keras dari banyak negara, termasuk sebagian besar negara-negara Arab dan umat Muslim, yang menganggap Yerusalem sebagai bagian dari wilayah yang diperebutkan dalam konflik Israel-Palestina.
Selain itu, pemerintahan Trump juga memainkan peran penting dalam penandatanganan Perjanjian Abraham, serangkaian kesepakatan normalisasi antara Israel dan beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kesepakatan ini dianggap sebagai salah satu pencapaian diplomatik terbesar dalam beberapa dekade terakhir di Timur Tengah.
Dan memperkuat posisi Trump sebagai salah satu pendukung terkuat Israel di panggung internasional. Namun, ketika Trump gagal memenangkan pemilu presiden 2020, kebijakan luar negeri AS terhadap Israel mengalami perubahan signifikan di bawah pemerintahan Joe Biden.
Trump berulang kali menyatakan bahwa pemerintahan Biden tidak memberikan dukungan yang sama kuatnya kepada Israel, dan ia menggunakan hal ini sebagai alasan mengapa ia harus kembali menjabat sebagai presiden pada pemilu 2024. Dalam konteks inilah Trump mengeluarkan pernyataan bahwa Israel akan menghadapi ‘kehancuran total’ jika dia tidak terpilih kembali.
Isi Pernyataan Trump: Kekhawatiran atau Retorika Politik?
Pada sebuah kampanye yang berlangsung di Amerika Serikat, Trump secara terbuka menyatakan bahwa Israel akan berada dalam bahaya besar jika dia tidak kembali menjabat sebagai presiden. Dia mengatakan bahwa kebijakan luar negeri AS di bawah pemerintahan Biden tidak mendukung kepentingan Israel secara maksimal, dan bahwa hanya dirinya yang mampu melindungi Israel dari ancaman-ancaman yang datang, baik dari dalam kawasan Timur Tengah maupun dari dunia internasional.
Trump merujuk pada berbagai tantangan yang dihadapi Israel, termasuk ancaman dari Iran, yang terus mengembangkan program nuklirnya, serta tekanan internasional untuk mencapai solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina. Dia juga menyoroti meningkatnya ketegangan di Gaza dan Tepi Barat, yang telah menyebabkan kekerasan yang berulang antara pasukan Israel dan kelompok-kelompok militan Palestina.
Dalam retorikanya, Trump menggambarkan dirinya sebagai satu-satunya pemimpin yang dapat menjamin keamanan Israel di tengah meningkatnya ancaman ini. Kritikus menilai pernyataan Trump ini sebagai upaya untuk menakut-nakuti pemilih dan menggalang dukungan dari kalangan pro-Israel di AS. Menurut mereka, pernyataan bahwa Israel akan menghadapi ‘kehancuran total’ tanpa Trump adalah bentuk retorika politik yang berlebihan dan tidak didasarkan pada kenyataan.
Namun, para pendukung Trump memandang pernyataan ini sebagai pengingat bahwa kebijakan luar negeri di bawah Biden cenderung lebih moderat dan kurang agresif dalam mendukung Israel, sehingga bisa mengakibatkan konsekuensi serius bagi negara tersebut.
Reaksi dari Pemerintah Israel dan Kalangan Pro-Israel
Pernyataan Trump yang mengaitkan masa depan Israel dengan kemenangannya dalam pemilu AS memicu berbagai reaksi, termasuk dari kalangan politik di Israel sendiri. Beberapa pejabat Israel dan tokoh pro-Israel di AS menyambut baik dukungan kuat Trump terhadap Israel, namun banyak juga yang merasa bahwa pernyataan semacam itu tidak seharusnya digunakan dalam konteks politik pemilu Amerika. Mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dikenal sebagai sekutu dekat Trump, menolak untuk secara langsung mengomentari pernyataan ini.
Namun, Netanyahu selama ini dikenal mendukung kebijakan Trump yang pro-Israel, terutama terkait keputusan memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem dan dukungan untuk Perjanjian Abraham. Netanyahu, yang saat ini kembali menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, juga menyatakan bahwa setiap dukungan internasional terhadap Israel sangat penting, tetapi ia menekankan bahwa keamanan Israel tidak hanya bergantung pada satu sosok pemimpin.
Di sisi lain, beberapa kalangan pro-Israel di AS menyatakan kekhawatiran bahwa pernyataan Trump dapat merusak hubungan bipartisan antara Israel dan AS. Secara tradisional, Israel telah menikmati dukungan kuat dari kedua partai utama di AS, baik Partai Republik maupun Partai Demokrat.
Namun, pernyataan Trump yang mengaitkan masa depan Israel dengan keberhasilannya dalam pemilu dapat memperburuk ketegangan antara kalangan pro-Israel dengan Partai Demokrat, yang saat ini berkuasa di bawah Biden. Organisasi lobi pro-Israel yang berpengaruh di AS, seperti AIPAC (American Israel Public Affairs Committee), cenderung menghindari keterlibatan dalam politik partisan. Mereka biasanya berusaha menjaga hubungan baik dengan kedua belah pihak untuk memastikan dukungan jangka panjang bagi Israel.
Dalam konteks ini, beberapa anggota AIPAC mengungkapkan kekhawatiran bahwa pernyataan Trump dapat mempolitisasi isu Israel secara berlebihan dan mengganggu keseimbangan dukungan bipartisan yang selama ini menjadi tulang punggung hubungan AS-Israel.
Dampak Terhadap Hubungan AS-Israel
Sejak pembentukan negara Israel pada tahun 1948, hubungan antara Israel dan Amerika Serikat telah menjadi salah satu aliansi paling kuat di dunia internasional. Dukungan AS terhadap Israel mencakup berbagai bidang, termasuk militer, ekonomi, dan diplomatik. Selama puluhan tahun, AS telah memberikan bantuan militer yang signifikan kepada Israel, serta mendukung posisinya di berbagai forum internasional. Namun, hubungan ini juga tidak luput dari tantangan.
Di bawah pemerintahan Trump, kebijakan luar negeri AS berubah secara signifikan, dengan fokus pada pendekatan yang lebih agresif terhadap Iran dan peningkatan dukungan untuk Israel dalam konflik dengan Palestina. Kebijakan ini mendapatkan dukungan kuat dari kalangan pro-Israel, tetapi juga menuai kritik dari sebagian pihak yang khawatir bahwa hal ini dapat memperburuk ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Di bawah pemerintahan Biden, pendekatan terhadap Israel menjadi lebih moderat. Biden mendukung solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina dan berupaya mengembalikan negosiasi damai antara kedua belah pihak, meskipun tantangan di lapangan tetap besar. Selain itu, Biden juga berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Arab dan Iran, yang sempat memburuk di bawah pemerintahan Trump.
Jika Trump terpilih kembali sebagai presiden, besar kemungkinan bahwa kebijakan luar negeri AS terhadap Israel akan kembali berubah secara signifikan. Trump telah menegaskan bahwa dia akan melanjutkan kebijakan pro-Israelnya, termasuk mempertahankan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memperkuat aliansi dengan negara-negara yang telah menandatangani Perjanjian Abraham. Selain itu, Trump juga menyatakan bahwa dia akan mengambil langkah-langkah yang lebih keras terhadap Iran.
Yang dianggap sebagai ancaman terbesar bagi Israel di kawasan Timur Tengah. Namun, ada juga risiko bahwa pendekatan Trump yang agresif dapat memperburuk ketegangan di Timur Tengah. Kenaikan ketegangan antara Israel dan Iran, serta antara Israel dan kelompok-kelompok militan Palestina, dapat menyebabkan konflik yang lebih luas dan berdampak negatif bagi stabilitas kawasan. Di sisi lain, banyak pendukung Trump yang percaya bahwa hanya dengan pendekatan keras inilah keamanan Israel dapat benar-benar terjamin.
Reaksi dari Dunia Internasional
Pernyataan Donald Trump juga mendapatkan perhatian dari komunitas internasional. Beberapa negara Eropa, yang selama ini mendukung solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina, menyatakan kekhawatiran bahwa kembalinya Trump ke Gedung Putih dapat mengganggu upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Uni Eropa, yang merupakan salah satu pendukung utama negosiasi damai antara Israel dan Palestina, telah menyuarakan perlunya pendekatan diplomasi yang lebih seimbang dan memperingatkan bahwa kebijakan yang terlalu memihak Israel dapat memicu ketegangan lebih lanjut.
Negara-negara Arab, terutama yang menolak normalisasi hubungan dengan Israel, juga memberikan reaksi negatif terhadap pernyataan Trump. Iran, misalnya, telah lama menjadi musuh bebuyutan Israel, dan kebijakan Trump yang keras terhadap Iran selama masa jabatannya menciptakan ketegangan yang mendalam di kawasan.
Jika Trump terpilih kembali, Iran kemungkinan akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan pertahanannya dan mungkin bahkan mempercepat pengembangan program nuklirnya. Di sisi lain, negara-negara yang telah menandatangani Perjanjian Abraham, seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, mungkin menyambut baik kembalinya Trump ke panggung politik internasional.
Trump ini sendiri dianggap sebagai arsitek kesepakatan yang membuka jalan bagi normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan negara-negara Arab, dan masih banyak lagi dari negara-negara ini mengharapkan Trump dapat melanjutkan kebijakan yang memperkuat stabilitas regional.